Minggu ini kita akan memasuki bulan suci  Muharram di tahun baru 1433 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu  berjalan dengan cepat; pergantian hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu  silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam.
Bagaimana dengan bulan Muharram, apa  saja keutamaannya dan ibadah apa yang dianjurkan padanya? Semoga tulisan  yang ringkas dan sederhana ini bisa memberikan pencerahan bagi anda,  wahai para pecinta sunnah Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam.
Penamaan Bulan Ini
Kata Muharram secara bahasa, berarti  diharamkan. Abu ‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata, “Dinamakan bulan Muharram  karena peperangan(jihad) diharamkan pada bulan tersebut” (Tarikh Ad  Dimasyq 1/51); jika saja jihad yang disyariatkan lalu hukumnya menjadi  terlarang pada bulan tersebut maka hal ini bermakna perbuatan-perbuatan  yang secara asal telah dilarang oleh Allah Ta’ala memiliki penekanan  pengharaman untuk lebih dihindari secara khusus pada bulan ini.
Beberapa Keutamaan Bulan Muharram
Beberapa Keutamaan Bulan Muharram
a. Bulan Muharram Merupakan Salah Satu Diantara Bulan-Bulan Haram
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ  عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ  اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ  ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ  وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً  وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi  Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia  menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah  (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu  dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya  sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya  Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (Q.S. at Taubah :36).
Salah seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Di’amah Sadusi rahimahulloh menyatakan,  “Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram  sebagaimana kezholiman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya  dibandingkan dengan kezholiman yang dikerjakan di bulan-bulan lain  meskipun secara umum kezholiman adalah dosa yang besar” (lihat Tafsir Al  Baghawi dan Tafsir Ibn Katsir)
Dalam hadis yang diriwayatkan dari  sahabat Abu Bakrah radhiyallohu anhu, Rasulullah shallallohu ‘alaihi  wasallam menjelaskan keempat bulan haram yang dimaksud :
إِنَّ  الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ  السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا  أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو  الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى  وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman itu berputar  sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi.  Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang  dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram  serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat  diantara bulan Jumada Akhiroh dan Sya’ban.” [ HR. Bukhari (3197) dan  Muslim(1679) ]
Para ulama bersepakat bahwa keempat  bulan haram tersebut memiliki keutamaan dibandingkan dengan bulan-bulan  yang lain selain Ramadhan, namun demikian mereka berbeda pendapat, bulan  apakah yang paling afdhal diantara keempat bulan haram yang ada ? Imam  Hasan Al Bashri rahimahulloh dan beberapa ulama lainnya berkata,  “Sesungguhnya Allah telah memulai waktu yang setahun dengan bulan haram  (Muharram) lalu menutupnya juga dengan bulan haram (Dzulhijjah) dan  tidak ada bulan dalam setahun setelah bulan Ramadhan yang lebih agung di  sisi Allah melebihi bulan Muharram” (Lihat : Lathoif Al Ma’arif hal 36)
b. Bulan Muharram disifatkan sebagai Bulan Allah
b. Bulan Muharram disifatkan sebagai Bulan Allah
Kedua belas bulan yang ada adalah  makhluk ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram meraih keistimewaan  khusus karena hanya bulan inilah yang disebut sebagai “syahrullah”  (Bulan Allah)
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda :
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah  Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat  yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. [ H.R.  Muslim (11630) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu anhu]
Hadits ini mengindikasikan adanya  keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram karena disandarkan kepada  lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para Ulama telah menerangkan bahwa  ketika suatu makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah maka itu  mengindikasikasikan tasyrif (pemuliaan) terhadap makhluk tersebut,  sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi mesjid atau lebih  khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta nabi Sholeh  ‘alaihis salam dan lain sebagainya.
Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iraqy  rahimahulloh menjelaskan, “Apa hikmah dari penamaan Muharram sebagai  syahrulloh (bulan Allah) sementara seluruh bulan milik Allah ? Mungkin  dijawab bahwa hal itu dikarenakan bulan Muharram termasuk diantara  bulan-bulan haram yang Allah haramkan padanya berperang, disamping itu  bulan Muharram adalah bulan perdana dalam setahun maka disandarkan  padanya lafzhul Jalalah (lafazh Allah) sebagai bentuk pengkhususan  baginya dan tidak ada bulan lain yang Nabi Muhammad shallallohu alaihi  wasallam sandarkan kepadanya lafzhul Jalalah melainkan bulan Muharram”  (lihat Hasyiah As Suyuthi ‘ala Sunan An Nasaai)
Amalan Yang Dianjurkan di Bulan Muharram
Amalan Yang Dianjurkan di Bulan Muharram
Sebagaimana telah disebutkan di atas  dari perkataan Qatadah rahimahulloh bahwa amalan sholeh dilipatgandakan  pahalanya di bulan-bulan haram, dengan demikian secara umum segala jenis  kebaikan dianjurkan untuk diperbanyak dan ditingkatkan kualitasnya di  bulan Muharram. Adapun ibadah yang dianjurkan secara khusus pada bulan  ini adalah memperbanyak puasa sunnah sebagaimana yang telah disebutkan  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu,  beliau berkata Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah  Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang  paling utama setelah puasa wajib adalah sholat lail” [ HR. Muslim(11630)  ]
Mulla Al Qari’ menyebutkan bahwa hadits  di atas sebagai dalil anjuran berpuasa di seluruh hari bulan Muharram.  Namun ada satu masalah yang kadang ditanyakan berkaitan dengan hadits  ini yaitu, ‘Bagaimana memadukan antara hadits ini dengan hadits yang  menyebutkan bahwa Nabi shallallohu alaihi wasallam memperbanyak puasa di  bulan Sya’ban bukan di bulan Muharram? Imam Nawawi rahimahullah telah  menjawab pertanyaan ini, beliau mengatakan boleh jadi Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam belum mengetahui keutamaan puasa Muharram  kecuali di akhir hayat beliau atau mungkin ada saja beberapa udzur yang  menghalangi beliau untuk memperbanyak berpuasa di bulan Muharram seperti  beliau mengadakan safar atau sakit. [Lihat Al Minhaj Syarah Shohih  Muslim bin Hajjaj]
Kemudian anjuran berpuasa di bulan  Muharram ini lebih dikhususkan dan ditekankan hukumnya pada hari yang  dikenal dengan istilah Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan  ini. ‘Asyuro berasal dari kata ‘Asyarah yang berarti sepuluh. Pada hari  ‘Asyuro ini, Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada  umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada  Allah Ta’ala yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro.
Hadits-Hadits Disyariatkannya Puasa ‘Asyuro
Hadits-Hadits Disyariatkannya Puasa ‘Asyuro
Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar  ibadah puasa tersebut banyak, kami akan sebutkan diantaranya dengan  pengklasifikasian sebagai berikut:
1. Kaum Yahudi juga berpuasa di hari Asyuro bahkan menjadikannya sebagai Ied (hari raya)
1. Kaum Yahudi juga berpuasa di hari Asyuro bahkan menjadikannya sebagai Ied (hari raya)
عَنْ  ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ  يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا  يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ  مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ  بِصِيَامِهِ
Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata :  Ketika Rasulullah shallallohu alaihi wasallam. tiba di Madinah, beliau  melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘ Asyura, maka Beliau  bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab, “Ini adalah hari istimewa,  karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya,  Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah shallallohu  alaihi wasallam pun bersabda, "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada  kalian“
Maka beliau berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. [ H.R. Bukhari (1865) dan Muslim(1910) ]
عَنْ  أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ  يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ
Dari Abu Musa radhiyallohu anhu berkata,  “Hari ‘Asyuro adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka  menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulullah shallallohu alaihi  wasallam bersabda (kepada ummatnya), “Berpuasalah kalian (pada hari  itu)” [HR. Bukhari (1866) dan Muslim(1912), lafal hadits ini menurut  periwayatan imam Muslim)
2. Kaum Quraiys di zaman Jahiliyah juga  berpuasa Asyuro dan puasa ini diwajibkan atas kaum muslimin sebelum  kewajiban puasa Ramadhan
عَنْ  عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ  تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ  صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ  عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ . متفق عليه.
Dari Aisyah radhiyallohu anha berkata,  Kaum Qurays pada masa Jahiliyyah juga berpuasa di hari ‘Asyuro dan  Rasulullah shallallohu alaihi wasallam juga berpuasa pada hari itu,  ketika beliau telah tiba di Medinah maka beliau tetap mengerjakannya dan  memerintahkan ummatnya untuk berpuasa. Setelah puasa Ramadhan telah  diwajibkan beliau pun meninggalkan (kewajiban) puasa ‘Asyuro, seraya  bersabda, “Barangsiapa yang ingin berpuasa maka silakan tetap berpuasa  dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa maka tidak mengapa” [ HR.  Bukhari (1863) dan Muslim(1897) ]
عن  عَبْد اللَّهِ بْن عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَهْلَ  الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ  قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ  رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عَاشُورَاءَ  يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ  (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Umar radhiyallohu  anhuma bahwa kaum Jahiliyah dulu berpuasa Asyuro dan Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam serta kaum muslimin juga berpuasa sebelum  diwajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam  bersabda, “Sesungguhnya hari ‘Asyuro termasuk hari-hari Allah,  barangsiapa ingin maka berpuasalah dan siapa yang ingin meninggalkan  maka boleh” [ HR. Muslim(1901) ] 
3. Perhatian Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dan para sahabat ridwanullohi alaihim ajmain yang begitu besar terhadap puasa ‘Asyuro
3. Perhatian Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dan para sahabat ridwanullohi alaihim ajmain yang begitu besar terhadap puasa ‘Asyuro
عَنْ  ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ  عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا  الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari  melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan  bulan ini yaitu Ramadhan.” [ H.R. Bukhari (1867) dan Muslim(1914) ]
عَنْ  الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى  قُرَى الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ  صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا  فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ  وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ  وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ  الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا  إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
Dari Rubai’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra’  radhiyallohu ‘anha berkata, Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam di  pagi hari Asyuro mengutus ke perkampungan kaum Anshar yang berada di  sekitar Medinah (pesan), “Barangsiapa yang tidak berpuasa hari itu  hendaknya menyempurnakan sisa waktu di hari itu dengan berpuasa dan  barangsiapa yang berpuasa maka hendaknya melanjutkan puasanya”. Rubai’  berkata, “Maka sejak itu kami berpuasa pada hari ‘Asyuro dan menyuruh  anak-anak kami berpuasa dan kami buatkan untuk mereka permainan yang  terbuat dari kapas lalu jika salah seorang dari mereka menangis karena  ingin makan maka kami berikan kepadanya permainan tersebut hingga masuk  waktu berbuka puasa” [ HR. Bukhari (1960) dan Muslim (1136), redaksi  hadits ini menurut periwayatan Imam Muslim ]
4. Keutamaan puasa Asyuro
4. Keutamaan puasa Asyuro
عَنْ  أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ قَالَ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى  اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Dari Abu Qatadah radhiyallohu anhu bahwa  Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Puasa hari ‘Asyuro  aku berharap kepada Allah akan menghapuskan dosa tahun lalu” [ HR.  Tirmidzi (753), Ibnu Majah (1738) dan Ahmad(22024). Hadits semakna  dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih beliau  (1162) ]
5. Bagi yang ingin berpuasa ‘Asyuro hendaknya berpuasa juga sehari sebelumnya
Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata :
Ketika Rasulullah shallallohu alaihi  wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin  berpuasa, mereka (para shahabat) menyampaikan, "Ya Rasulullah ini adalah  hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah shallallohu  alaihi wasallam pun bersabda:
فَإِذَا  كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ  التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ  رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Jika tahun depan insya Allah (kita  bertemu kembali dengan bulan Muharram), kita akan berpuasa juga pada  hari kesembilan (tanggal sembilan).“
Akan tetapi belum tiba Muharram tahun depan hingga Rasulullah shallallohu alaihi wasallam wafat di tahun tersebut [ HR. Muslim (1134) ]
Akan tetapi belum tiba Muharram tahun depan hingga Rasulullah shallallohu alaihi wasallam wafat di tahun tersebut [ HR. Muslim (1134) ]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ
Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma beliau  berkata, “Berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram,  berbedalah dengan orang Yahudi”
[ Diriwayatkan dengan sanad yang shohih oleh Baihaqi di As Sunan Al Kubro (8665) dan Ath Thobari di Tahdzib Al Aatsaar(1110)] 
6. Hukum Berpuasa Sehari Sesudah ‘Asyuro (tanggal 11 Muharram)
6. Hukum Berpuasa Sehari Sesudah ‘Asyuro (tanggal 11 Muharram)
Imam Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul  Ma’aad setelah merinci dan menjelaskan riwayat-riwayat seputar puasa  ‘Asyuro, beliau menyimpulkan ada tiga tingkatan berpuasa ‘Asyuro:
Urutan pertama; dan ini  yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal  sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11). Urutan kedua; puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits .
Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zaadul Ma’aad 2/63)
Kesimpulan Ibnul Qayyim di atas didasari  dengan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam. bersabda :
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
"Puasalah pada hari Asyuro, dan  berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari  sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ [HR. Imam Ahmad(2047), Ibnu  Khuzaimah(2095) dan Baihaqi (8667)]
Namun hadits ini sanadnya lemah, Asy Syaikh Al Albani rahimahulloh menyatakan, “Hadits ini sanadnya lemah karena salah seorang perowinya yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila jelek hafalannya, selain itu riwayatnya menyelisihi riwayat ‘Atho bin Abi Rabah dan selainnya yang juga meriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwa ini adalah perkataan Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma sebagaimana yang disebutkan oleh Thahawi dan Baihaqi [Ta’liq Shohih Ibn Khuzaimah (3/290)]
Namun demikian puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11 Muharram) dikuatkan oleh para ulama dengan dua alasan :
- Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
 - Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
 
Adapun puasa tanggal 9 dan 10,  pensyariatannya dinyatakan dalam hadis yang shahih, dimana Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam pada akhir hidup beliau sudah merencanakan  untuk puasa pada tanggal 9, hanya saja beliau wafat sebelum  melaksanakannya. Beliau juga telah memerintahkan para shahabat untuk  berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah  orang-orang Yahudi.
Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja; sebagian ulama memakruhkannya, meskipun sebagian ulama yang lain memandang tidak mengapa jika hanya berpuasa ‘Asyuro (tanggal 10) saja,wallohu a’lam.
Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja; sebagian ulama memakruhkannya, meskipun sebagian ulama yang lain memandang tidak mengapa jika hanya berpuasa ‘Asyuro (tanggal 10) saja,wallohu a’lam.
Secara umum, hadits-hadis yang terkait  dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah shallallohu alaihi  wasallam untuk melakukan puasa,sekalipun hukumnya tidak wajib tetapi  sunnah muakkadah(sangat dianjurkan), dan tentunya kita sepatutnya  berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh  kaum muslimin.
Beberapa Pelanggaran dan Bid’ah Yang Sering Terjadi di Bulan Muharram
Beberapa Pelanggaran dan Bid’ah Yang Sering Terjadi di Bulan Muharram
1. Pada awal Muharram, yang  kadang dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air sering diadakan acara  ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang mengarah bahkan  telah terjatuh pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda  yang dianggap keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang  Dewi penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya. Sebagian lagi dari  kaum muslimin menjadikan bulan Muharram sebagai bulan yang keramat dan  sakral, sehingga menurut keyakinan mereka tidak boleh mengadakan hajatan  besar di bulan tersebut seperti pernikahan, membangun rumah dan  lain-lain. Di sisi lain ada juga di kalangan kaum muslimin menjadikan  hari ‘Asyuro seperti layaknya hari lebaran, dimana mereka memperbanyak  belanja dapur pada hari tersebut seakan-akan mengadakan pesta atau  berhari raya. Sehingga di hari itu dikenal berbagai macam model makanan  yang dinamakan secara khusus dengan ‘Asyuro seperti bubur ‘Asyuro.  Perbuatan mereka ini didasari hadits yang diriwayatkan:
مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ في يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ الله عَلَيْهِ في سَنَتِهِ كُلِّهَا 
“Barangsiapa yang melapangkan (nafkah)  kepada keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya Allah akan melapangkan  (rizkinya) selama setahun itu” [ HR. Thobrani(10007) dan Baihaqi di  kitab Syu’abul Iman (3792) ]
Hadits ini telah dilemahkan oleh banyak  ulama hadits, bahkan ada yang menghukuminya sebagai hadits palsu. Imam  Ahmad mengatakan bahwa hadits ini tidak memiliki asal, silakan lihat  kitab Al Maudhu’at oleh ibnul Jauzi, Ahadits Al Qushshash oleh Ibnu  Taimiyah dan Al Fawaid Al Majmu’ah oleh Syaukani
Hal-hal yang telah disebutkan di atas dari kemungkaran-kemungkaran yang biasda terjadi di bulan Muharram harus dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada karena Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah mengajarkan pada kita agar memiliki jati diri sebagai seorang Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah ‘Azza wa Jalla. Ajaran yang dibawa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau menguranginya.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas dari kemungkaran-kemungkaran yang biasda terjadi di bulan Muharram harus dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada karena Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah mengajarkan pada kita agar memiliki jati diri sebagai seorang Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah ‘Azza wa Jalla. Ajaran yang dibawa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau menguranginya.
Karena sebaik-baik pedoman adalah  kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, yang tidak  ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada keduanya dengan  mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus mereka yang setia  berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru  dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan  menghantarkan ke neraka, wal'iyadzubillah.
2. Pada tanggal 10 Muharram 61 H,  terjadilah tragedi berdarah yang memilukan dalam sejarah Islam, yaitu  terbunuhnya Husein radhiyallohu anhu cucu Rasulullah shallallohu alaihi  wasallam di sebuah tempat yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian  dikenal dengan “Peristiwa Karbala”. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh  pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin  Mu’awiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak  menghendaki pembunuhan tersebut.
Karena peristiwa berdarah ini maka kaum  Syi’ah yang mengklaim diri mereka sebagai pengikut ahlul bait menjadikan  ‘Asyura sebagai hari berkabung, duka cita dan menyiksa diri sebagai  ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap ‘Asyura kaum Syi’ah  di seluruh dunia termasuk di negeri kita memperingati kematian Husein  radhiyallohu ‘anhu dengan melakukan perbuatan-perbuatan tercela seperti  berkumpul, menangis, meratapi Husein secara secara histeris, memukuli  tubuh dan wajah mereka, bahkan ada yang sampai tega melukai diri dan  anak-anak kecil dengan senjata tajam pada hari tersebut.
Peristiwa wafatnya Husain radhiyallohu  anhu memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang mengenang  atau membaca kisahnya, dan kita tentu mencintai keluarga Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam, apalagi terhadap orang yang sangat dicintai  oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam. Namun musibah apapun yang  terjadi dan betapapun kita sangat , hal itu jangan sampai membawa kita  larut dalam kesedihan dan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk  duka dengan yang memukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela  shahabat Rasulullah yang tidak termasuk Ahli Bait (keluarga dan  keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu kelompok  Syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap Ahli  Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak demikian. Meratapi  musibah kematian diharamkan, siapapun yang meninggal dunia bahkan kepada  Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun kita dilarang memperingati  dan meratapi wafat beliau. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam  bersabda,
أَرْبَعٌ  فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ  فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ  بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ  قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ  قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Ada empat perkara yang terdapat pada  ummatku termasuk, termasuk perbuatan kaum Jahiliyyah yang belum mereka  tinggalkan: Menyombongkan kebangsawanan, mencela nasab, meminta hujan  dengan bintang-bintang dan meratap”. Beliau berkata, “Orang yang  meratapi kematian jika dia belum taubat sebelum meninggal dunia maka  akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan berpakaian hitam yang terbuat  dari ter dan baju besi yang berkudis” (HR. Muslim(1550) dari sahabat Abu  Malik Al Asy’ari radhiyallohu anhu)
Khatimah
Khatimah
Inilah pembahan ringkas dan sederhana  berkaitan dengan bulan suci nan agung Muharram, semoga kita selalu  diberi taufiq dan dibimbing oleh Allah subhanahu wata’ala ke jalan-Nya  yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan ampunan-Nya, dan dimudahkan  dalam menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallohu alaihi wasallam  di segala tempat dan di sepanjang waktu serta dijauhkan dari segala  bid’ah dan hal-hal yang bertentangan dengan syariat yang suci ini, amin  ya rabbal 'alamin.
Wallohu Waliyyut Taufiq.
Wallohu Waliyyut Taufiq.
0 komentar:
Posting Komentar